Islam di Tengah Globalisasi

Ghazwul Fikri

Seorang wanita bertudung labuh kelihatan sedang bersemangat mengajarkan sesuatu
kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya
ada sebatang kapur, di tangan kanannya ada sebiji pemadam. Sang guru berkata, "Saya ada
permainan...

Begini caranya, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada pemadam. Jika saya angkat kapur ini, maka berteriaklah "Kapur.!", jika saya angkat pemadam ini, maka berteriaklah "Pemadam!"

Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Sang guru berganti-gantian mengangkat antara tangan kanan dan kirinya, semakin lama semakin cepat... Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata,

"Baiklah.. sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berteriaklah "Pemadam" ,
jika saya angkat pemadam, maka berteriaklah "Kapur!".

Dan dijalankanlah aktiviti seperti tadi, sudah pasti murid-murid kesulitan dan sangat susah untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka boleh beradaptasi dan tidak lagi sulit menyebutnya.. Selang beberapa saat kemudian, permainan berhenti Sang guru tersenyum kepada murid-munidnya.

"Murid-murid, begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas dapat membezakannya. Namun kemudian, musuh-musuh kita memaksa kita melalui pelbagai cara untuk memutar-belit sesuatu, kemudian yang haq menjadi bathil dan yang bathil menjadi haq. Pertama-tama mungkin sulit bagi kita menerima hal tersebut, tapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara yang menarik oleh mereka, akhirnya lambat-laun pun kita terbiasa dengan hal itu. Dan kita mula mengikutinya. Musuh-musuh kita tidak pernah berhenti memutar-belit nilai-nilai tersebut".

"Pacaran tidak lagi sesuatu yang tabu, zina tidak lagi jadi persoalan,
pakaian mini menjadi hal yang lumrah, sex before married menjadi suatu
hiburan, berjilbab tapi telanjang jadi mode, materialistis dan permisive
kini menjadi suatu gaya hidup pilihan,dan lain lain."

"Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kallan sedikit demi sedikit
menerimanya. Paham?" tanya Guru kepada murid-munidnya. "Paham Cikgu..."


"Baiklah permainan kedua..."

Kemudian Guru tersebut meletak al-Quran di tengah-tengah karpet."Baiklah, sekarang kamu berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang beraada di tengah karpet tanpa memijak karpet?"

Murid-muridnya berfikir habis-habis... Ada yang punya alternatif dengan tongkat, dan
lain-lain. Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, "baiklah, gulung karpetnya,
dan ambil Qur'annya... kan memenuhi syarat, tidak menginjak karpet."

"Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. . Musuh-musuh islam tidak akan menginjak-injak kita dengan secara terang-terangan. .. Karena tentu kita akan menolaknya mentah-mentah. Budak nakal pun tak akan rela kalau Islam dihina di hadapan mereka. Tapi musuh akan menggulung kita perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kitatidak sedar."

"Jika seseorang ingin membangun rumah yang kuat, maka fondasinya harus kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau membongkar fondasinya terlebih dahulu, sudah semestinya hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kerusi dipindahkan dahulu, almari diasingkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan" .

"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita... mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tapi mereka akan perlahan-lahan menarik kita. Dimulai dari perangai kita, cara hidup kita, model pakaian kita, dan lain-lain, sehingga meskipun kita muslim, tapi kita telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara yg mereka... Dan itulah yang mereka inginkan."

"Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran). Dan inilah yang
dijalankan oleh musuh musuh kita... Paham ànak-anak?"

"Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Islam, Cikgu?"
tanya mereka.

"Sesungguhnya dahulu mereka terang-terangan menyerang, semisal Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak lagi..."

"Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar,
akhirnya roboh.. Tapi kalau diserang serentak terang-terangan, mereka akan
bangkit serentak, baru mereka akan sadar."

Paham anak-anak?" "Paham Cikgu.."

"Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdoa
dahulu sebelum pulang..."

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat
belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

Semoga bermanfaat dan barokah
جزا كم الله خيرا

#dari milis tetangga :)

0 comments:

Post a Comment

 
Nadyavaizal's Blog Design by Ipietoon