Surat Cinta Sehidup Sesurga



Aku tidak mengingat kapan tepatnya kita saling kenal, namun aku mengingat hari pertama kau sentuh ubun-ubunku lalu berdoa. Rasanya campur aduk. Lega, bahagia, takut, berdebar-debar menjadi satu. Tapi satu hal yang aku sadari, aku tidak ragu untuk melangkah ke jenjang itu.

Sebelumnya, aku berdoa disetiap malamku, sesenggukan. Aku memanjangkan sujudku, agar Allah membersamai langkah dan keputusanku. Tidak pernah aku merasa sangat yakin namun dibarengi ketakutan yang besar, bahwa inilah laki-laki yang aku tunggu. Ketika aku sudah memilih, maka aku memilih untuk selamanya sebagai konsekuensinya.

Perjalanan menuju pernikahan pun terbilang mudah, jika ada cobaan-cobaan, maka mereka berasal dari luar. Bukan kita dan para orang tua. Aku ingat, bukan kita yang ragu. Tapi mereka.

Kemudian kau sudah terlelap disampingku, aku memandangi seseorang yang telah menjadi imamku. Yang akan bertanggung jawab atas diri dan anak-anakku, kelak. Bebanmu tak mudah. Aku tau, aku wanita yang sulit dan kompleks. Tanpa sadar aku menangis. Haru dan bahagia. Inikah jawaban dari doa dan sujud panjangku? Aku bersyukur, sangat bersyukur.

Kemudian aku mengandung benih cinta kita, ia tumbuh dengan kuat dirahimku. Berbagai kesibukkan dan cobaan kami berdua lalui, ia tetap bertahan dirahimku. Ia tidak menyerah, begitupun aku. Dalam diammu, aku tau kau berdoa. Aku tau kau mengkhawatirkanku.

Tahukah kau, mungkin kau laki-laki yang paling sabar yang kukenal. Jika ada yang lebih sabar darimu, beruntung aku tak mengenalnya lebih dekat. 

Kau menungguku di stasiun sejak setengah enam sore, aku tak bisa menghubungimu karena telepon selulermu mati. Aku telat. Commuter yang biasa kutumpangi tak bisa kunaiki sama sekali. Akhirnya aku berhasil menaiki Commuter yang entah ke berapa lewat didepan mataku. Aku tak takut kau meninggalkanku pulang, aku takut kau marah karena terlalu lama menunggu istrimu yang tak kunjung datang. Setengah delapan aku sampai di stasiun tujuanku, aku mencarimu. Berharap kau masih menunggu walau tanpa kabar, tapi juga berharap kau pulang lebih dulu karena lelah menunggu. Lalu aku menemukan wajahmu diantara deretan motor-motor itu. Aku terharu. Bagaimana bisa kau punya kesabaran sebanyak itu, yang bahkan aku pun ragu ia ada didiriku. 

Kau mencintaiku, pikirku. Sangat mencintaiku.

Kau orang yang paling cemburu. Kau cemburu jika aku tidak berpakaian sesuai syariat dan kau juga cemburu tentang yang lainnya. Kau memang tak pernah mengakui kecemburuanmu tentang yang lainnya tapi aku tau. Anggap saja aku besar kepala, namun aku benar, kan?

Karenanya aku mencintaimu.

Cinta kita tumbuh, menguat, mengisi kekosongan masing-masing. Hingga suatu ketika kita berbeda pendapat, aku tak bisa mengutarakannya secara gamblang, kau pun hanya diam. Aku tak tau apakah kau menyimpan kegelisahan dan keraguan disaat itu atau tidak. Kita diam, bersedih didalam hati sendiri. Menjaga perasaan masing-masing. Aku terlalu takut menjadi wanita yang tak taat. Aku juga terlalu takut menjadi perempuan yang menyebalkan untukmu. Lalu kesabaran dan doa kita membuahkan hasil, kau memelukku meminta maaf, aku pun meminta maaf. Kau menangis, aku tak tega. Hatiku begitu sakit ketika kau ikut menangis juga. 

Dan itu pertama kali aku melihatmu menangis.

Aku tak ingat kita berbeda pendapat tentang apa. Aku selalu bersyukur diberi kemudahan melupakan bagian-bagian tak indah dalam hidupku. Alhamdulillah.

Kemudian kita menertawakan hal yang sama. Berbahagia kembali.

Namun, perjalanan hidup kita, tak selalu berjalan mulus. Kemudian, kau terlihat tak sesabar yang kukira. Kau terlihat tak sehebat yang kubayangkan. 

Setiap kali kita berbeda, aku merasakan mereka muncul dan tak terasa semakin banyak. Semakin jauh. Mengapa begini, mengapa begitu? Tanyaku. Dalam hati. Overthinking. Ya, kau tau itu aku.

Cintaku tak lagi membara, ia tak lagi menggebu-gebu seperti saat pertama. Bagaimana denganmu?

Namun, kemudian kita menemukan diri kita didalam tenangnya solat. Memaknai kehidupan ini dalam doa-doa yang kita pinta. Menemukan perlengkapan rumah yang sama-sama kita inginkan. Menemukan sebuah rumah mungil yang kita idam-idamkan. Menemukan humor-humor berselera rendah yang kita tertawakan. Menemukan film-film untuk menghabiskan malam bersama. Terlelap. Dan aku terbangun dari tidurku serta tetap bersyukur, aku memilikimu. Allah pasti punya alasan yang kuat mengapa kita bersama.

Aku bersyukur, karena aku mengira tantangan rumah tangga yang kita jalani tak serumit tantangan teman-temanku. Aku bersyukur kau tidak repot mengomentari rumah yang berantakan. Aku bersyukur aku memiliki suami yang ringan membantu pekerjaan domestik. Aku bersyukur kau sabar dan tenang menghadapiku. Aku bersyukur kau mendukung niat-niat baikku. Aku bersyukur kau ikut serta membantu merawat buah hati kita. Aku bersyukur kau jarang sekali mengeluh tentang pekerjaanmu atau kelelahanmu. Bahkan aku lupa kapan terakhir kau mengeluh. 

Aku bersyukur kau seorang laki-laki bertanggung jawab yang cerdas dan menyenangkan.

Tapi percayalah, aku tidak akan mencintaimu apa adanya. Kau tetap harus membimbingku menjadi lebih baik dan aku akan tetap mendukungmu menjadi lebih baik. Hidup ini bukan untuk menjadi biasa-biasa saja. Allah telah menetapkan kita untuk menjalani sebuah misi yang tidak dimiliki pasangan lain, karena tiap pasangan itu unik. Dan Allah berikan mereka misi yang spesifik. 

Kemudian kita mulai menikmati alurnya dan memaafkan semua perintilan kekurangan dalam diri masing-masing. Memulai hari baru dengan lebih dewasa. Setiap tantangan, selalu mendewasakan.

Ternyata, cinta kita yang tak menggebu-gebu lagi itu kini meredup. Meredup bukan untuk mati, tapi menjadi tenang dan menghangatkan. Ia tumbuh menjadi dewasa dan kuat.
Kadangkala ia akan membara, namun bukan membara untuk kemudian terbakar. Tapi membara hanya untuk menikmati roller coasternya percintaan.

Lalu kita mengerti bahwa cinta bukanlah tetang baik-baiknya saja. Cinta juga bukanlah sesuatu yang mesti kita terima apa adanya. Cinta adalah mengharap RidhoNya, dekat denganNya. Menjadi lebih baik di setiap harinya, untuk pertanggung jawaban kita, kelak. Cinta adalah mencintaiNya yang menghasilkan cinta diantara kita. Cinta adalah berjuang untuk bersama-sama sehidup-sesurga.

Demikianlah aku mencintaiNya, sehingga mencintaimu, meski kadang aku lupa mengatakannya.

Alhamdulillahi Jazaa Kallohu Khoiroo atas semuanya, hingga hari ini. Teruslah menjadi baik lillahi ta'ala. Teruslah menjadi suami yang aku cintai sepanjang masa.

8 February, 2017
H-13 menuju 1000 hari pernikahan.


Istrimu,
yang banyak salah dan khilaf.


0 comments:

Post a Comment

 
Nadyavaizal's Blog Design by Ipietoon