Cita, Cinta atau Keduanya?


Ketika di awal tahun itu, saya sudah berjanji untuk tidak memikirkan dan merasakan ini dulu. Saya berjanji tidak mau mengecewakan orang tua saya dengan segala harapan harapan mereka. Saya berjanji, untuk tidak jatuh cinta pada cinta yang salah. Bagaimana salah? cinta tidak ada yang salah. Ya benar. Mungkin. Tapi nyatanya saya jatuh pada cinta yang salah. Ya, setidaknya itu menurut saya.
Kemudian, beragam cita-cita dan segala aktifitas yang akan saya lakukan adalah menjadi perempuan yang lebih keren daripada sebelumnya. Ya, keren. Rasanya kata itu lebih tepat daripada baik, karena saya ingin membuktikan kepada mereka bahwa saya keren, bahkan lebih keren setelah saya bangun dari cinta yang salah itu. Seperti itu.
Atau setidaknya, kalaupun memang harus jatuh cinta juga, saya harus jatuh pada cinta yang baik. Lalu siapa yang tau kriteria jatuh pada cinta yang baik? Menjawab pun saya tidak bisa. Bertekad saja kemudian tidak cukup. Bagaimana kalau, jatuh pada cinta yang baik adalah dengan cara yang baik? Awalnya baik? Berniat baik? Dan yah, secepatnya. Karena lama-lama adalah kesempatan untuk si perusak, merusak segalanya. Saya mengangguk, menyetujui.
Kemudian, kalau saya memilih untuk mencintai seorang suami saat ini bagaimana? Kalau suami saya tidak mengijinkan saya berkarir bagaimana? Sedangkan saya sedang berapi-api seperti ini? Tapi bagaimana kalau suami saya nantinya memberikan the other way, dan the think that out of the box? kelihatannya lebih seru yah?
Tapi bagaimana dengan orang tua saya? jengjeeeeeng. Hihihi ini dia yang rada rumit. Keluarga saya seperti sudah tertancap jiwa karyawannya, atau paling tidak, sistemnya main aman. Kalau mau jadi pengusaha, ya tetap punya pegangan sebagai karyawan. Atau, kalo suami usaha, ya istrinya kerja. Dan sebaliknya. Hhmm..
Pernah suatu waktu saya nyeletuk, "pengen jadi dosen deh, tapi harus S2 dulu.." << Biayanya mahal :P Gatau sih kenapa, saya rasa jadi dosen cocok aja buat Ibu Rumah Tangga, sekaligus Pengusaha. Diluar daripada itu, saya emang suka mengajar. Ya, termasuk salah satu passion saya lah. Kemudian, papa jawab dengan nyeletuk juga, "Bosen nanti kamu, ngajar cuma gitu-gitu doang. Puas-puasin dulu berkarir. Dosen yang ga menjadi praktisi juga ga dihargai mahasiswanya, karena ga luas wawasannya". Agak kesel dengan komentar tersebut, saya cuma bisa jawab sambil manyun, "Passion orang kan beda-beda pah." Dan yah, saya tau bahwa jawaban saya juga kurang menyenangkan bagi papa saya.
Hhhmmmmmhhh... tidak perlu banyak berpikir nampaknya, jalani saja. Banyak doa yah Nad. hihii :'D

0 comments:

Post a Comment

 
Nadyavaizal's Blog Design by Ipietoon