Tadi Siang

Pepatah, kembang gula-kah? Seplastik manisan? Atau semangkuk es Dawet Ayu? Tidak. Setidaknya, tidak bagi aku. Bagi kami. Pemikiran yang dalam, kesimpulan yang singkat namun padat arti.

Lagi, pepatah bukan hanya segelintir kalimat manis yang kemudian diniatkan untuk menambah semangat pembacanya. Lebih dalam, kalimatnya diramu dari pengalaman pahit. Sepahit jamu yang kemudian menyehatkan. Pun kebijakan, ia bukan hanya tetiba turun dari langit dan menjadikan seseorang bijak. Butuh jatuh yang teramat sakit. Terpuruk hingga hampir habis nafas. Hingga akhirnya bisa merasa manisnya berenang-renang ketepian. Mungkin hal ini yang menjadikan kami cocok, begitu cocok membicarakan segala hal dengan dalam. Iya, aku dan Mbak Murti. Mungkin orang terheran-heran melihat kedekatan kami, yang, yah, bisa kubilang terlalu dekat. Namun, tidak juga berlebihan, kami hanya membicarakan, apapun saat jam makan siang. Membicarakannya lebih dalam, jauh hingga ke sari-sarinya. Menebak-nebak, menggunakan logika berpikir secara penuh, berhati-hati dalam spekulasi, mengumpulkan data dan bukti hingga berani berargumen. Aku menikmati waktu-waktu tersebut. Kami bukan detektif. Kami hanya penasaran dengan segala hal. Kami hanya selalu mencari jawaban atas tingkah laku atau setiap kejadian. Mungkin kami gila. Ah, tidak juga. Kami hanya terus mengasah logika berpikir kami. Menyambungkannya kepada data-data yang terlihat. Bersyukur. Meresapi keindahan islam, didalam setiap kejadian. Aku, saat ini menuju usia 23. Dan dia, terpaut 8-10 tahun diatasku. Tidak tau pastinya, karena dia tidak pernah memberitahuku. Dan aku tak berani pula menanyakannya. Takut tersinggung. Sepele. Tapi menjaga hati lebih baik, bukan? J

Hari-hari kami biasa, bercanda tawa, mengejek diri sendiri, mengolok satu sama lain, melakukan pembenaran, kemudian menyadari kesalahan. Menarik saja buatku. Berbincang dengannya terasa tak pernah membosankan, karena terlalu banyak hal yang bisa aku ambil. Terlalu banyak yang bisa aku share. Terlalu banyak hal yang aku dapati saripati-nya. Selain usianya yang begitu jauh, wawasannya yang luas, pengetahuannya tentang sastra, filsafat, dan islam, membuat kami menjadi satu paket yang kalau sudah nyerocos, tak bisa berhenti. Tentang, film, buku, syariat, kelakuan temanku, temannya, pengalaman hidupnya, pengalaman hidupku, cerita remeh temeh di departmentnya, di departmentku, banyak! Seru sekali. Belakangan, dia menjadi begitu ekspresif, entah aku yang baru tahu, atau dia yang terpengaruh gaya bercerita aku. Kami menikmatinya.

Agak mengerikan mungkin, tapi sungguh, kami berdua normal. Hahahaha. Kami normal, dan bercita-cita menikah secepatnya, menjadi wanita sholihah yang melayani suami dan fokus menjadi mentor anak-anak, kuliah hingga S2, wisuda saat hamil anak kedua, menjadi perempuan cerdas yang diniatkan untuk memajukan peradaban. Haha! Mimpi kami tinggi tapi belum ada yang kami capai. Kami senang bermimpi. Kami senang berpikir.

Dari Mbak Murti, aku menemukan pepatah-pepatah hidup, kebijakan-kebijakan, pemikiran yang dalam dan berarti, disamping karena aku mulai menjalani hobi membaca-ku dengan giat lagi tentunya, tapi setiap apa yang aku baca, selalu aku bahas dan aku pertanyakan dengannya. Jarak usia yang begitu jauh, nyatanya tidak membuatku nampak seperti anak kecil yang merengek kepada induknya. Kami terlihat seperti satu tim. Saling bekerja sama dalam menyimpulkan sesuatu. Terlebih, dia tidak menganggapku anak kecil. Kami setara, pun pemikiran kami saling melengkapi. Aku tersanjung. Aku menikmati alur cerita persahabatan kami. Kami berbeda, ya, aku islam, dengan fanatisme yang kuat kepada satu yang kuyakini, pun dia. Namun kami saling menghargai, menghormati keislaman kami masing-masing.

Beberapa hari ini kami sedang asik membicarakan Dewi Lestari, tentang bahasa sastranya, plantanismenya, juga para kaum feminisme, para kapitalis, sejarah Hari Kartini, hahaa iya, agak berat, tapi aku suka!

Tadi siang, aku ditraktir Burger King dengan Voucher MAP. Kami sudah janjian, akhir Bulan yang tragis ini mau makan enak dengan gratisan. Yah, akhirnya biaya makan siang kami mencapai 100k lebih disaat krisis. Hahaa. Akan aku bayar traktiran ini, Mbak. Ingat itu! Hehehehehh. Pembicaraan kami siang tadi tentang Black Swan, dan kaum feminism. Seru! X’D

0 comments:

Post a Comment

 
Nadyavaizal's Blog Design by Ipietoon